Rabu, 04 Januari 2012
Makalah Ilmu Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di jaman globalisasi ini banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan adalah sekolah yang mahal dan memberatkan perekonomian masyarakat. Sehingga menjadikan para orangtua enggan untuk memasukkan anak-anaknya sekolah, karena tidak memiliki biaya yang cukup. Padahal semua itu adalah suatu anggapan yang salah karena pendidikan tidak hanya bersumber pada meteri, melainkan kecerdasan dan bakat yang dimiliki oleh seorang anak dalam mengikuti suatu pendidikan. Dalam lembaga pendidikan sekarang banyak dorongan dari pemerintah untuk memajukan suatu pendidikan seperti diselenggarakannya beasiswa bagi anak yang tidak mampu maupun yang berprestasi.
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan kita akan dapat meningkatkan nilai peradaban individu dari keadaan tertentu suatu keadaan yang lebih baik secara institutional peran dan fungsinya. Selain itu, pendidikan juga berfungsi untuk memperoleh pengetahuan dalam menjalani kehidupan dan untuk meningkatkan mutu kualitas masyarakatnya.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
PANDANGAN PENDIDIKAN DAN HAKIKATNYA DALAM MANUSIA
A. Hubungan Manusia Dengan Pendidikan
Mengenai kejadian manusia dan tujuan hidupnya Allah berfirman : “tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah kepadaku”. (QS. 51:56)
Ibadah dalam pengertiannya yang luas inilah tujuan kita diciptakan, atau tujuan hidup kita,dan itu jugalah sepatutnya yang menjadi tujuan pendidikan islam. Dengan kata lain pendidikan islam bertujuan menciptakan manusia yang akan menyembah Allah dan segala tingkah lakunya. Entah ia sebagai professor atau Dokter atau Administrator atau yang lainya. Menyembah dalam pengertianya yang umum bermakna mengembangkan sifat-sifat ini pada manusia menurut perintah dan petunjuk tuhan.
Dalam falsafah islam, sifat-sifat tuhan hanya diberi kepada manusia dalam bentuk dan cara terbatas. Sebab kalau tidak demikian manusia akan mengaku diri sebagai Tuhan.tetapi yang penting di sini adalah bahwa sifat-sifat yang diberikan kepada manusiaitu harus di anggap sebagaia amanah, yaitu tanggung jawab yang besar. Jadi disini jelaslah bagi kita bagaimana potensi-potensi manusia yang banyak digunakandalam psikologi itu mempunyai kaitan dengan tujuan kejadian alam jagat, sembahyang dalam pengertiannya yang luas dan amanah.
Dari sini jelas pula bahwa menyembah dalam pengertiannya yang luas adalah mengembangkan sifat Tuhan yang diberikan kepada manusia, dan itu jugalah tujuan kejadian manusia. Ini bermakna mengembangkan potesi-potensi yang berasal dari sifat Tuhan itu adalah ibadat dalam pengertian yang luas. Mengembangkan, mencari dan mendalami ilmu (salah satu sifat Tuhan) adalah ibadah dll. Semua ini bermakna bahwa Amanah itu sekurang-kurangnya ada dua macam : yang pertama kesanggupan manusia mengembangkan sifat-sifat tuhan pada dirinya, dan yang kedua bermakna dengan cara pengurusan sumber-sumber yang ada di bumi. Dengan ini konsep “menyembah” atau ibadah diperkaya dengan mengandung makna baru, yaitu pengurusan yang sesuai terhadap amanah.
Jadi “menyemabah” yang ada pengertian asalnya berarti pengembangan potensi-potensi, yaitu sifat-sifat Tuhan, pada diri manusia, sekarang bertambah luas, dan mengandung juga pengertian mengurus dengan betul manah yang dipikul itu, tetapi enggan memikulnya. Lalu di terima oleh manusia, tetapi rupanya manusia bersifat aniaya dan bodoh (QS. 33 : 72). Ini menunjukan bahwa manusia telah menyalah gunakan amanah itu oleh sebab sombong dan congkak, dan menyangka ia tahu segala-galanya dan dengan menjalankan kekuasaan yang tidak adil kepada orang-orang dan mahluk lain atau memperalat mereka
Pendidikan sebagai proses upaya meningkatkan nilai peradaban individu dari keadaan tertentu ke suatu keadaan yang lebih baik, secara instrumental peranan dan, fungsinya semakin dirasakan oleh sebagian besar warga bangsa. Karena itu keberadaan suatu lembaga pendidikan di suatu daerah, merupakan salah satu factor penentu dalam upaya peningkatan kualitas warga bangsa di daerah tersebut. Sebab melalui lembaga pendidikanah akan dapat diketahui kualitas masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keterpaduan antara manusia dan pendidikan juga dapat dilihat pada beberapa keistimewaan yang Allah swt berikan kepada manusia. Karena manusia adalah mahluk Allah yang sangat sempurna jjika dibaningkan dengan mahluk lainnya. Melalui seperangkat instrument dan conten pendidikan itulah sehingga begitu manusia terlahir atau dilahirkan di atas dunia ini, ia telah siap menerima ajaran dari alam atau dari manusia lain yang telah lebih dulu ada. Begitulah seterusnya bahwa, proses terwujudnya manusia selalu beriringan dengan proses pendidikan. Dari sinilah barangkali alasan mengapa sebagian para ahli pendidikan mengklasifikasikan manusia kedalam tiga golongan. Pertama, sebagian manusia ada yang digolongkan sebagai apa yang disebut educable animal yaitu mahluk yang dapat dididik. Kedua, sebagaian manusia yang lain digolongkan sebagai animal educandum yaitu mahluk yang harus dididik. Ketiga, sebagian manusia yang lainnya digolongkan sebagai mahluk Allah yang dapat menerima dan sekaligus memberikan materi pendidikan atau homo education.
Sesorang atau sekelompok orang yang menerima materi pendidikan disebut peserta didik yaitu murid yang mereka belajar di madrasah, sisiwa yang mereka belajar di sekolah, santri bagi mereka yang belajar di pondok dll.sedangkan sekeompok orang yang memberikan materi pendidikan disebut pendidik, mereka adalah ustadz di madrasah, guru di sejolah, kiyai di podok,dan tutor di lembaga-lembaga pendidikan khusus. Berbeda dari kedua kelompok homo education, karena peranannya di samping mereka memberikan konstribusi pemikiranya juga mereka selalu melakukan berbagai pengkajian dan penelitian tentang sesuatu yang akan di tulis, dilaporkan dan disebarluaskan kepada masyarakat. Dari hasil uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa salah satu fungsi lembaga pendidikan adlah mengembangkan dan meningkatkan potensi bakat, harkat, martabat dan kepribadian manusia.
Ungkapan tersebut menunjukan bahwa dalam dunia pendidikan, manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan manusia adalah mempunyai kadar atau tingkat kemampuan rohaniah yang jauh lebih tinggi dari kadar atau tingkat kemampuan mahluk lainnya, karena manusia memiliki seperangkat instrument dan conten pendidikan berupa akal pikiran, hati nurani, panca indra dan daya cipta serta perasaan. Karena kadar itulah manusia bisa diajar, dibimbing, dibina dan dilatih sehingga perilaku sosialnya menjadi baik. Inilah yang dimaksud bahwa fungsi pendidikan yaitu mengarahkan perkembangan-perkembangan manusia menuju kearah yang lebih baik. Untuk menjalani fungsi ini yang menjadi perhatian lembaga pendidikan adalah perkembangan keprobadian manusia dari segi mental, spiritual dan logis. Sementara tekanan pendidikan terhadap jasmaniah lebih kepada segi psikomotorik.
Manusia walaupun dibekali akal yang sehat dan fisik yang kuat, tetapi sebagi mahluk ia mempunyai kemampuan dan daya jangkau yang serba terbatas. Di tengah-tengah masyarakat kedudukan manusia adalah sebagai mahluk social dan individu. Manusia sebagai mahluk atau anggota masyarakat, ia selalu mengadakan interaksi, berkomunikasi dan saling mempengaruhi sesamanya. Tetapi manusia sebagai mahluk individu, ia senantiasa termotivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa untuk mengkaji tentang pendidikan tidak dapat di pisahkan tentang hakikat manusia, apakah posisinya sebagai subyek ataupun objek pendidikan.
Setiap masyarakat berusaha mendidik dan mengasuh anggota-anggotanya, terutama generasi mudanya menurut cita-cita yang dimilikinya. Oleh sebab cita-cita itu berbeda-beda antara suatu masyarakat dengan masyarakat lain, maka teori pendidikan juga berbed. Oleh karena ada hubungan yang erat antara cita-cita masyarakat dan dasar-dasar serta amalan-amalan pendidikanya, maka konsep-konsep pendidikan tidak dapat dipinjam seperti kita meminjam benda-benda, seperti pakaian misalnya. Sebab meminjam konsep-konsep pendidikan yang asing akan menyebabkan
perubahan cita-cita masyarakat yang meminjam konsep-konsep tersebut.
Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya di usahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang di didik. Setiap suasana pendidikan mengandung tujuan-tujuan, maklumat-maklumat berkenaandengan pengalaman-pengalaman yang dapat dinyatakan sebagai kandungan, dan metode yang sesuai untuk mempersembahkan kandungan itu secara berkesan. Jadi perumusan teori pendidikan tak dapat dan tak harus melibatkan suatu perbincangan tentang tiga komonen utama, yaitu tujuan-tujuan kandungan dan metode. Tujuan pendidikan merupakan perkara yang terpenting, sebabia menentukan kandungan dan metode pendidikan. Tetapi ini janganlah diartikan bahwa dua komponen lain, kandungan dan metode, tidak penting. Sebab kekurangn dalam metode atau kandungan akan merusakan proses pendidikan itu sendiri walaupun tujuannya baik. Oleh sebab itu akan kita bicarakan tujuan-tujuan pendidikan pada paragraph berikut
B. Tujuan pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Dalam Al-Qur’an manusia menempati kedudukuan istimewa dalam jagat ini, dia adalah khalifah di atas bumi ini. Seperti firman Allah yang bermakna (QS. 2:31) “ingatlah, ketika tuhanmu berkata kepada malaikat: Aku akan menciptakan khalifah di atas bumi”.
Manusia yang dianggap sebagai khalifah Allah tidak dapat memegang tanggung jawabsebagai khalifah kecuali kalua ia diperlengkapi dengan potensi-potensi yang membolehkanya berbuat demikian. Ciri-ciri pertama, bahwa manusia baik secara fitrah semenjak dari awal. Ia tidaklah mewarisi dosa karena Adam a.s meninggalkan syurga.
Al-Qur’an mengakui wujudnya kbutuhan-kebutuhan biologis yang meminta pemuasan. Ini memerlukan penjelasan tentang syarat-syaratyang mennyebabkan kebutuhan-kebutuhan biological ini mungkin wujud berdampingan dari fitrah tanpa menimbulkan masalah. Perlu ditegaskan disini bahwa badan dimana kebutuhan-kebutuhan ini melekat tidaklah sendirinya membentuk manusia. Badan hanyalah satu unsure kemana ditambahkan sesuatu yang lain yaitu roh. Interaksi antara badan dan roh menghasilkan khalifah. Inlah sifat-sifat khalifah yang membedakan dari mahluk-mahluk yang lain.
Itulah dua ciri-ciri yang dimiliki oleh khalifah itu, yaitu fitrah yang baik dan roh.tetapi adalagi cirri ketiga, yaitu kebebasan kemauan, kebebasan untuk memilih tingkah lakunya sendiri.
C. Kandungan Pendidikan
Istilah kandungan bermakna bidang pengetahuan yang tersusun yang menjadi dasar segala aktifitas pendidikan, misalnya di sekolah, dan biasanya digolongkan kepada berbagai mata pelajaran. Jadi harus kita pahami bahwa kandungan itu hanyalah suatu jalan untuk menuju suatu tujuan.jadi bukan ia sendiri menjadi tujuan. Jadi setiap pendidik yang bertanggung jawab memilih kandungan kurikiulum tak dapat tidak harus mengakui hubungan yang erat antara tujuan dan kandungan pendidikan. Kandungan haruslah direka sedemikian rupa sehingga membolehkan kita mencapai tujuan pendidikan.
Pada manusia dan alam jagat di samping yang terdapat dalam Al-Qur’an, maka yang perlu didahulukan adalah kata-kata yang diwahyukan, dan itulah yang merupakan kategori pertama yang harus ada dari kurikulum yang ada pada mata pelajaran ini yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadis disamping bahasa Arab. Ini yang disebut oleh para pendidik dengan “ilmu yang diwahyukan”
Kategori kedua adalah imu-ilmu adau bidang-bidang yang meliputi kajian-kajian tentang manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Dalam bahasa Alar di sebut Al-Ulum al-Insaniyah. Psikologi, Sosiologi, sejarah dll yang termasuk kategori ini.
Kategori yang ketiga dan terakhir adalah bidang-bidang pengetahuan yang mengkaji alam tabi’I, atau dalam bahasa Arab di sebut al-Ulum al-Kauniyah yang meliputi astronomi, biologi, botani dll.
Walaupun nampaknya terpisah, tetapi sama sekali jangan diartikan mereka tiada kaitan satu sama lain. Malah ilmu itu satu, pemisahan sekedar untuk analisa saja. Seperti kata al-Furuqi tentang kesatuan ilmu dalam islam:
“….untuk kebenaran……tidaklah lain dari pembacaan yang cerdas terhadap alam tabi’I dalam laporan dan eksperimen ilmiah, atau pembacaan terhadap wahyu Allah dalam kitab suci-Nya. Allah adalah pengarang bagi kedua-dua hasil karya itu, dan kedua-dua karya atau ciptaan itu terbuka untuk orang awam, tidak perlu ada perantara, sekedar memerlukan akal dan pengertian”.
D. Metode Pendidikan
Metode bermakna cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. Perbincangan dalam bagian ini akan menumpukan kepada tiga aspek pokok yang berkaitan dengan seorang guru yang berdedikasi yang penuh kesadaran tentang tanggung jawabnya sebagai seorang muslim terhadap orang-orang yang ada di bawah tanggung jawabnya. Pertama sekali adalah tentang sifat-sifat daripada metode dan kepentingannya berkenaan dengan tujuan utama pendidikan islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku sebagai Hamba Allah. Aspek kedua yang berkenaan dengan metode-metode pengajaran yang betul-betul berlaku yang disebut dalam Al-Qur’an atau di simpulkan daripadanya. Sedangkan aspek ketiga membicarakan tentang penggerakan dan disiplin, atau dalam istilah Al-Qur’an ganjaran (thawab) dan hukuman (‘iqab).
Berkenaan dengan aspek pertama, yaitu kaitan metode pendidikan dengan tujuan utama pendidikan islam untuk membina karakter. Tidaklah cukup bagi seorang guru hanya berusaha melindungi murid-muridnya dari pengaaruh-pengaruh buruk dan menunggu agar sifat-sifat asalnya itu berkembang sendiri. Seorang pendidik isam bertanggung jawab mengasuh seorang murid dengan cara-cara tertentu. Peranannya bukan hanya mengusahaakan suasana pengajaran dan membiarkan pelajar menentukan sendiri pilihan tanpa memperhitungkan akibat pilihan itu. Dia tidak boleh duduk diam sedang murid-muridnya memilih jalan yang salah. Ini berbeda sekali dengan sika Rousseau, yang membincangkan pendidikan kanak-kanak awal, yang mengatakan :
“…… pendidikan permulaan seharusnyalah semata-mata bersifat negative. Ia terdiri bukan dari pengajaran kebaikan dan kebenaran, tetapi menjaga jiwa dari dosa dan fikiran dari kesalahan”.
Berkenaan dengan aspek kedua, yaitu metode-metode yang digunakan dalam pendidikan islam, telah diterangkan juga di atas bahwa seorang guru tidak dapat memaksa muridnya dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Salah satu caranya adalah lemah lembut, seperti dinyatakan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Haith dalam menyebarkan agama islam.
Tetapi guru-guru yang ingin agar pengajaran yang diberikan kepada muridmuridnya itu mudah diterima, tidalkah cukup hanya bersifat lemah lembut saja, ia harus memikirkan metode-metode yang akan digunakannya, seperti memilih waktu yang tepat, memulai dengan yang mudah kemudian yang susah. Metode-metode yang digunakan oleh ahli-ahli pendidikan islam dari zaman dahulu lagi yang memang ada bukti-buktinya dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Tujuan Pendidikan dalam islam
Setiap perbincangan mengenai pendidikan sebagai suatu ilmu pengetahuan selalu melibatkan perbincangan tentang tujuan-tujuan dan matlamat pendidikan, kandungan pendidikan, dan metode pendidikan. Tujuan atau matlamat pendidikan adalah serupa dengan tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan kehidupanya, sebagi individu dan masyarakat. Jadi tujuan pendidikan adalah perkara yang amat penting, sebab tujuan itulah yang menentukan sifat-sifat metode dan kandungan pendidikan, namun ini tidaklah bermakna bahwa dua komponen yang lain itu tidak penting.
Setiap masyarakat mempunyai angan-angan sendiri mengenai tentang individu-individu yang dicita-citakannya. Ini bermakna bahwa tujuannya dalam pendidikan tidaklah harus dsetujui oleh masyarakat tidak bermakna bahwa mereka harus menolak pengalaman-pengalaman masyarakat lain atau menafikan persamaan-persamaan yang wujud antara komponen-komponennya dengan yang terdapat pada teori-teori lain dalam pendidikan. Serta segala sesuatu yang menjadikan manusia abid inilah tujuan tertinggi pendidikan dalam islam. Begitu juga ayat Al-Qur’an (QS.2:3) yang bermakna. “ingatlah ketika tuhanmu berkata malaikat, aku akan menciptakan : aku akan menciptakan khalifah di bumi”. Jadi sgala usaha untuk membentuk watak manusia sebagai khalifah di bumi ini itulah pendidikan menurut pandangan islam.
Tujuan umum dan khusus pendidikan dalam islam
Pembentukan khalifah sebagai tujuan tertinggi pendidikan.
Yang dimaksud dengan tujuan umum adalah maksud atau perubahan-perubahan yang di kehendaki yang di usahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. Tujuan ini di anggap kurang merata dan lebih dekat dari tujuan tertinggi, tetapi kurang khusus jika dibanding dengan tujuan khusus. Supaya lebih jelas dikatakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan tidak tergantung paa institusi pendidikan tertentu, atau pada tahap pendidikan tertentu, atau pada jenis pendidikan tertentu, atau pada masa dan umum tertentu. Sedangkan pada tujuan umum dan tujuan khusus dapat dikaitkan dengan institusi pendidikan tertentu, dan masa atau umur tertentu
Tujuan umum pendidikan isla yang dicapai oleh penelitian-penelitian ini dapat kita sebutkan di bawah ini :
Al- Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan islam telah menyimpulkan lima tujan umum bagi pendidikan islam, yaitu :
1. Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia.kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang setuju bahwa pendidikan akhlak adalah inti pendidikan islam, dan bahwa mencapai akhlakyang sempuran adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan islam bukan hanya menitik beratkan pada keagamaan saja, atau pada keduniaan saja, tetapi pada kedua-duanya sekali.
3. Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi manfaat, atau yang lebih terkenal sekarang ini dengan nama tujuan-tujuan vokasional dan provisional.
4. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingin tahuan dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi llmu itu sendiri.
5. Menyiapka pelajaran dari segi professional, teknikal supaya dapat menguasai profesi tertentu, da keterampilan pekerjaan tertentu agar dapat ia mencari rizki dalam hidup di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
Nahlawy menunjukan empat tujan umum dalam pendidikan islam, yaitu :
1. Pendidikan akal dan persiapan fikiran, Allah menyuruh manusia merenungkan kejadian langit dan bumi agar dapat beriman kepada Allah.
2. Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada kanak-kanak. Islam adalah agama fitrah, sebab ajarannya tidak sing dari tabiat asal manusia, bahkan ia adalah “fitrah yang manusia diciptakan sesuai dengannya”, tidak ada keukaran dan perkara luar biasa.
3. Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik lelaki ataupun perempuan.
4. Berusaha untuk menyeimbangkan segala potensi-potensi dan bakat manusia.
Al-Jamali menyebutkan tujuan-tujuan pendidikan yang diambilnya dari Al-Qur’an sebagai berikut :
1. Memperkenalkan kepada manusia akan tempatnya diantara mahluk-mahluk dan akan tannggungjwab perseorangan di dalam hidupnya.
2. Memperkenalkaan kepada manusia akan hubungan-hubungan sosialnya dan tanggung jawabnya dalam jangka suatu system social.
3. Memperkenalkan kepada manusia akan mahluk (alam semesta), dan mengajaknya memahami hikmah penciptaanya dalam menciptakannya, dan memungkinkan manusia untuk menggunakan atau mengambil faedah daripadanya.
4. Memperkenalkan kepada manusia akan pencipta alam raya ini.
Al-Buthi pula menyebutkan tujuh macam tujuan sebagai berikut :
1. Mencapai keridhoan Allah, menjauhi murka dan siksaan-Nya, dan melaksanakan pengabdian yang tulus ikhlas kepada-Nya, tjuan ini dianggap induk dari segala tujuan-tujuan pendidikan islam.
2. Mengangkat taraf ahlak pada masyarakat berdasar pada agama yang diturunkan untuk membimbing masyarakat kedalam arah yang diridhoi olehnya.
3. Memupuk rasa cinta tanah air pada diri manusia berdasarkan pada agama yang diturunkan untuk membimbing masyarakat kedalam arah yang dirihoi oleh-Nya.
4. Memupuk rasa cinta tanah air pada diri manusia berdasarkan pada agama dan ajaran-ajaran yang dibawanya, begitu juga mengajar manusia kepada nilai-nilai dan ahlak yang mulia.
5. Mewujudkan ketentraman di dalam jiwa an akidah yang dalam, penyerahan dan kepatuhan yang ikhlas kepada Allah swt.
6. Memelihara bahasa dan kesusastraan Arab sebagai bahasa Al-qur’an, dan sebagai wadah dari kebudayaan dan unsure-unsur kebudayaan islam yang paling menonjol, menyebarkan kesadaran islam yang sebenarnya dan menunjukan hakikat agama atas kebersihan dan kecemerlangannya.
7. Meneguhkan perpaduan tanah air dan menyatukan barisan melalui menghilangkan suatu perselisihan, bergabung dan kerjasama dalam rangka prinsp-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Tujuan akhir (ultimate aim) pendidikan dalam islam adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh di samping badan , kemauan yang bebas, dan akal dengan kata lain tugas pendidikan adalah mengembangkan keempat aspek-aspek ini pada manusia agar ia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah
A. Berbagai Pendekatan
Dari bermacam-macam definisi yang muncul mengenai apakah hakikat pendidikan itu, dapat di kategorisasikan dua pendekatan yaitu pendekatan epistemologis dan pendekatan ontologi atau metafisik. Kedua pendekatan tersebut tentunya dapat melahirkan jawaban yang berbeda-beda mengenai apakah hakikat pendidikan itu.
Di dalam pendekatan epistemologis yang menjadi masalah ialah akar atau ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut berusaha mencari makna pendidikan sebagai ilmu yang mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan. Di dalam usaha tersebut di kaji mengenai penaranan pendidikan dan kemungkinan-kemungkinan pendidikan. Dari sudut pandang ini pendidikan dilihat sebagai sesuatu proses yang inheren dalam konsep manusia. Pandangan yang lain lagi ialah proses pendidikan berkenaan dengan objek dari proses tersebut ialah peserta didik.
Selanjutnya ada pula yang melihat hakikat pendidikan di dalam adanya pola struktur hubungan antara subjek dan objek, yaitu antara pendidik dan peserta didik. Pendekatan epitemologis mengenai hakikat pendidikan tentunya mempunyai berbagai kelemahan. Titik beratnya adalah lahirnya atau perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pendekatan ontologi atau metafisik menekankan kepada hakikat keberadaan, dalam hal ini keberadaan pendidikan itu sendiri. Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari keberadaan manusia. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan ialah berkenaan dengan hakikat manusia. Dalam pendekatan ini keberadaan peserta didik dan pendidik tidak terlepas darimakna keberadaan manusia itu sendiri.
masing-masing. Ilmu pendidikan sebagai ilmu tentunya mempunyai objek, metodologi, serta analisis mengenai proses pendidikan itu.
Namun demikian objek ilmu pendidikan atau subjek ilmu pendidikan adalah anak manusia sehingga tidak terlepas dari pertanyaan mengenai hakikat manusia. Memang ada ahli filsafat yang meredusir hakikat manusia sebagai manusia yang berfikiran.
Pendekatan-pendekatan mengenai hakikat pendidikan telah melahirka berbagai jenis teori mengenai apakah seberanya pendidikan itu. Untuk menelusuri berbagai teori tersebut perlu kita sepakati, seperti yang telah di uraikan tadi, bahwa pendidikan itu bukan hanya suatu kata-kata (noun) tetapi juga merupakan suatu proses atau kata-kerja (verb). Pengertian bahwa pendidikan itu merupakan sekaligus suatu hasil (noun) dan suatu proses (verb) adalah penting sekali untuk mengerti hakikat pendidikan tersebut.
Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar yaitu :
1. Pendekatan Reduksionisme
2. Pendekatan Holistik Integratif
Kedua pengelompokan tersebut diatas bukanlah bersifat hitam putih tetapi sekedar menekankan secara garis besar dari teori-teori tersebut. Selain itu, berbagai teori yang dibicarakan sangat berdekatan satu dengan yang lain atau saling mengisi dan melengkapi.
Begitu pula teori Holistik integratif berakar dari pandangan teori-teori Reduksionisme atau merupakan koreksi terhadap teori-teori tersebut. Oleh sebab itu, berbagai teori tersebut mempunyai kesamaan di dalam memberikan jawaban terhadap hakikat pendidikan ialah bahwa pendidikan tidak dikucilkan dari proses pemanusiaan. Tidak ada suatu masyarakatpun yang dapat eksis tanpa pendidikan.
B. Pendekatan Reduksional
Teori-teori atau pendekatan Reduksionisme sangat banyak dikemukakan di dalam khazanah ilmu pendididikan. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai pendekatan Reduksionisme sebagai berikut :
1. Pendekatan Pedagogis atau Pedagogisme
2. Pendekatan Filosofis atau Filosofisme
3. Pendekatan Religius atau Religionisme
4. Pendekatan Psikologis atau Psikologisme
5. Pendekatan Negativis atau Negativisme
6. Pendekatan Sosiologis atau Sosiologisme
1. Pendekatan Pedagogisme
Titik tolak dari teori ini, ialah anak yang akan dibesarkan menjadi manusia dewasa. Pandangan ini apakah berupa pandangan navitisme Schopenhauer serta penganut-penganutnya yang beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan dan tinggal dikembangkan saja, atau apakah pandangan tersebut dari teori tabularasa atau empirisme John Locke yang mengatakan bahwa anak dilahirkan seperti kertas putih yang akan diisi oleh pendidikan. Pandangan Pedagogisme memang mempunyai segi-segi yang positif yang sangat menghormati perkembangan anak, namun juga mempunyai berbagai kelemahan karena anak seakan-akan diisolasikan dari kehidupan bersama di dalam masyarakat.
Pedagogisme melahirkan child centered education yang cenderung merupakan bahwa anak hidup di dalam suatu masyarakat tertentu dan mempunyai cita-cita hidup bersama yang tertentu pula.
Child centered education telah melahirkan romantisme pendidikan yang berpusat kepada kepentingan anak. Memang child centered education tersebut merupakan reaksi terhadap pendidikan yang tidak melihat hakikat anak sebagai makhluk manusia yang hidup di dalam dunianya sendiri sehingga perlu memperoleh perlakuan-perlakuan khusus di dalam proses mendewasakannya.
2. Pendekatan Fisiologis
Bertitik-tolak dari pertentangan mengenai hakikat manusia dan hakikat anak. Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orag dewasa. Anak mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan berkembang menuju kepada nilai-nilai seperti orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkatan-tingkatan perkembangannya sendiri. Pandangan filosofis ini melahirkan suatu ilmu pendidikan yang melihat hakikat anak sebagai titik-tolak proses pendidikan. Pandangan filosofis yang mengakui nilai-nilai anak yang khas juga mengakui akan perkembangan etik serta religi anak sebagai suatu yang khas dan harus dihormati di dalam proses pendidikan. Cara anak belajar, cara anak bertindak sesuai tingkat perkembangannya sebagai anak menjadi dewasa. Tugas pendidikan ialah membantu anak menuju kedewasaannya sehingga anak itu dapat mengambil keputusannya sendiri. Mengambil keputusan sendiri berarti bahwa anak tersebut telah menjadi dewasa. Maka proses pendidikan akan berakhir. Pandangan tersebut yang timbul di Eropa, pandangan ini mulai di tinggalkan karena ternyata manusia tidak akan pernah berhenti untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, manusia akan terus-menerus berkembang selama dia hidup.
Dengan demikian pandangan bahwa pendidikan berakhir ketika manusia itu dewasa, tidak relevan lagi di dalam dunia informasi dewasa ini. Pendidikan berlaku seumur hidup.
Pandangan filosofis mengenai pendidikan mempunyai segi-seginya positif yang menekankan tanggung jawab seorang manusia terhadap kahidupan dan pendidikannya sendiri. Pendidikan dengan sengaja akan berakhir tetapi pendidikan diri sendiri akan terus-menerus.
3. Pendekatan Religius
Pendekatan Religius adalah hakikat pendidikan yang membawa peserta-didik menjadi manusia yang religius karena sebagai makhluk ciptaan Tuhan peserta-didik itu harus di persiapkan untuk hidup sesuai dengan harkatnya.
Pendekatan religius mengenai hakikat pendidikan menekankan kepada pendidikan untuk mempersiapkan peserta-didik bagi kehidupan di akhirat. Proses pendidikan yang mempunyai citra religius ini dikenal dalam semua kebudayaan baik di Barat maupun di Timur. Pendidikan agama tinggal menjad mata pelajaran, sedangkan yang diprioritaskan adalah mata pelajaran-mata pelajaran sekuler. Memang hasil dari pendidikan sekuler telah membuahkan kemajuan ilmu pengetahuan yang merombak kehidupan dan mungkin telah meningkatkan kemakmuran manusia modern. Di pihak lain, kehidupan modern bukan hanya menuntut manusia-manusia yang religius dan bermoral tetapi juga kehidupan yang menuntut penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk memerangi kemiskinan dan kemunduran kehidupan. Pendidikan hendaknya berfungsi bukan hanya untuk di akhirat tepapi juga untuk meningkatkan mutu kehidupan duniawi yang aman dan adil.
4. Pendekatan Psikologis
Pendekatan Psikologis atau Psikologisme dalm pendidikan sangat kuat. Pandangan-pandangan pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi ke dalam bidang ilmu pendidikan. Teori-teori belajar anak serta teori-teori lainnya mengenai perkembangan anak telah memasuki dunia ilmu pendidikan secara meluas. Betapa besar sumbangan ilmu psikologis terhadap pendidikan, dapat dirasakan seakan-akan ilmu pendidikan hanyalah berupa ilmu tentang proses belajar anak. Tidak aneh jika ilmu pendidikan di dominasi oleh masalah-masalah teknis yang berasal dari psikologi seperti teori-teori belajar, teori-teori tentang perkembangan jiwa anak, teori kurikulum yang berdasarkan psikologi belajar dan berbagai teori pendidikan lainnya yang berakar dari psikologi.
Psikologi cenderung mereduksi ilmu pendidikan menjadi ilmu proses belajar dan mengajar. Hal tersebut telah mempersempit pandangan para pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas pada ilmu mengajar saja. Oleh sebab mengajar merupakan suatu tugas yang setua dengan manusia itu sendiri, maka profesi pendidik mendapat kurang penghargaan dari profesi-profesi lainnya. Namun demikian, proses pendidik di dalam masyarakat modern bukan hanya terbatas kapada proses belajar-mengajar semata-mata tetapi sejalan dengan perkembangan pranata pendidikan sebagai pranata sosial, maka pendidikan perlu dikaji secara ilmiah dan ditangani secara profesional. Masalah-masalah mengenai pembiayaan pendidikan, manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, supervisi pendidikan tidak dapat lagi dilakukan secara amatirisme tetapi harus dikuasai dengan profesional. Tugas-tugas demikian meminta tenaga-tenaga pendidik yang terspesialis dan menuntut penguasaan ilmu. Dengan demikian pendangan-pandangan pedagogisme dan psikologisme akan mempurukkan profesi pendidikan sebagai profesi yang tidak profesional dan kurang bobot ilmiahnya.
Memang proses belajar-mengajar merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan, pendidikan bukanlah semata-mata proses belajar-mengajar mata pelajaran yang tercantum di dalam kurikulum.
5. Pendekatan Negativis
Pendapat filosof Bertrand Rusell di dalam bukunya yang terkenal Education and Social Order. Menurut beliau ada tiga teori yang sifatnya negatif. Pertama, teori yang menyatakan bahwa tugas pendidikan ialah menjaga peratumbuhan anak. Pandangan negativisme ini melihat bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang akan bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan pertumbuhan tersebut.
Teori ini tentu banyak sekali kelemahannya. Pertama-tama anak manusia tidak dapat tumbuh dengan sendirinya. Dia di karuniai kemapuan befikir, merasa, keinginan, dan yang lain-lain yang dapat tumbuh tidak dengan sendirinya tetapi merupakan interaksi antara dia dengan limgkungannya termasuk peranan pendidik dan masyarakat sekitarnya. Jadi tugas pendidik bukan hanya menyingkirkan hal-hal yang negatif bersama-sama dengan peserta-didik mengarahkan dan mengembangkan kemampuan yang ada di dalam diri peserta-didik.
Kedua, ialah yang melihat pendidikan sebagai usaha mengembangkan kepribadian peserta-didik atau dengan kata lain membudayakan individu. Dianggap pandangan yang negatif karena di dalam mengembangkan kepribadian anak implisit melindungi anak dari hal-hal yang negatf yang dapat menghalangi perkembangan kepribadiannya. Oleh sebab perkembangan kepribadian anak tidak lain untuk membudayakan anak, artinya agar anak atau peserta-didik tersebut menjadi manusia yang bermoral, maka hal-hal yang dapat mengganggu perkembangan kepribadian yang bermoral harus dihindari. Dalam pandangan ini tidak dilihat betapa pendidik sehatrusnya memberikan kepercayaan pada kemampuan anak didik agar supaya semakin lama, semakin bertanggung jawab dan menentukan arah perkembangan kepribadiannya itu. Pendidik dengan demikian bertugas untuk memagari perkembangan kepribadian tersebut dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat. Pendidikan merupakan inreraksi yang terus-menerus antara individu dengan pendidik serta masyarakat luas. Kemampuan individu, kelemahan-kelemahan individu, pengaruh-pengaruh yang positif maupun negatif, keseluruhannya berinteraksi dalam proses pendidikan atau proses pengembangan kepribadian peserta-didik. Oleh sebab itu peoses pendidikan tidak dapat disederhanakan dengan mengisolasi peserta-didik dari pengaruh-pengaruh negatif masyarakat. Justru di dalam belajar menganal dan mengatasi masalah-masalah dan pengaruh negatif dari masyarakat, maka kepribadian peserta-didik akan dapat berkembang lebih baik.
Pandangan negatif yang ketiga ialah, proses pendidikan adalah melatih peserta-didik menjadi warga negara yang berguna. Pandangan ini juga berarti menghindarkan peserta-didik itu dari hal-hal yang dapat mengakibatkan dia itu menjadi warga negara yang tidak berguna bagi masyarakatnya. Seorang peserta-didik erlu mengenal bukan hanya hal-hal yang berguna tetapi juga bagaimana melawan atau mengatasi hal-hal yang tidak berguna dalam masyarakat. Kepribadian peserta-didik yang terasah ialah kepribadian yang meangenal hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang jahat dalam masyarakat. Dalam masyarakat mdern dengan teknologi yang semakin canggih, orang mulai memprediksikan adanya tingkat kejahatan yang semakin canggih dan beragam termasuk kriminalitas cyber seasui dengan kemajuan teknologi komunikasi. Hal ini lebih menuntut pendidikan moral.
Hidup penuh dengan tantangan dan tuntutan untuk bertanggung jawab. Oleh sebab itu, proses pendidikan bukanlah suatu proses yang protektif tetapi yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk belajar berdiri-sendiri dan mengambil keputusan sendiri secara moral.
6. Pendekatan Sosiologis
Pandangan sosiologis mengenai hakikat pendidikan terdapat versi yang bermacam-macam. Pada prinsipnya pandangan ini meletakkan hakikat pendidikan kepada keperluan hidup bersama dalam masyarakat. Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pandangan pedagogisme. Titik-tolak dari pandangan ini ialah prioritas kepada kabutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan individu. Baermacam-macam pandangan sosialisme ialah :
Peserta-didik adalah anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat peserta-didik sebab itu dia harus dipersiapkan manjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam sejarah perkembangan manusia kita lihat bahwa tuntutan masyarakat itu tidak selalu bersifat etis. Banyak kita lihat tuntutat masyarakat banyak di dominasi oleh kepentingan dan ketamakan seseorang atau oleh suatu golongan yang pada hakikatnya menindas kebebasan individu. Masyarakat komunis atau masyarakat totaliter lainnya jelas malecehkan martabat manusia.
Versi lain dari pandangan ini ialah developmentalisme. Segala sesuatu yang di arahkan untuk mencapai tujuan peambangunan. Pandangan ini populer di negara-negara berkembang. Disebabkan oleh sutau keinginan untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan. Orang menjadi terobsesi untuk mencapai tingkat perkembangan secepat mungkin supaya dapat hidup bersanding dengan negara-negara majubut.Dengan sendirinya proses pendidikan diarahkan kepada pencapaian target-target tersebut dan tidak jarang nilai-nilai kemanusiaan disubornasikan untuk mencapai target pembangunan. Developmentalisme pada akhirnya akan mengorbankan nilai-niali kemanusiaan dan demokrasi. Developmentalise yang sangat berorientasi ekonomis pada akhirnya tidak memberikan perhatian kepada pengembangan sumber daya manusia dalam arti yang luas tetapi sekedar untuk mempersiapkan tenaga-tenaga kerja bagi pembangunan ekonomi.
Salah satu pandangan sosoiologisme yang sangat populer ialah konsiensialisme oleh ahli pikir pendidikan terkenal Paulo freire. Pendidikan ini dikenal sebagai pendidikan pembebasan. Bukan hanya trjadi jurang perbedaan yang dalam antara golongan kaya dan rakyat yang miskin, tetapi juga melahirkan gerakan rakyat menentang kekuasaan absolut. Negara-negara diktator yang muncul dikawasan dunia tersebut hingga timbullah berbagai jenis revolusi rakyat yang menuntut pembebasan dan pengakuan atas hak-haknya. Pendidikan ini bertujuan untuk membangkitkan kebebasan manusia bahwa manusia itu mempunyai martabat dan kebebasan dan tidak menyerah kepada bernagai jenis penindasan. Pendidikan adalah proses pembebasan.
Kesadaran yang diharapkan adalah kesadaran untuk menghidupkan suatu masyarakat yang lebih demokratis atau masyarakat madani yang mengahargai hak-hak serta kewajiban setiap orang dalam usahanya membentuk masyarakatnya dan negaranya. Di negara-negara yang berkembang dimana masih banyak anak yang belum memperoaleh kesempatan pendidikan dan juga terhadap oarang dewasa yang buta huruf sehingga belum dapat meningkatkan tarf hidupnya. Sekoalah harus berfungsi untuk membangkitkan kesadaran bahwa manusia adalah bebas.
C. Pendekatan Holistik Intergratif
Proses pendidikan tidak dilihat secara keseluruhan meski pun teri-teori tersebut satu per satu sifatnya mungkin mendalam secara vertikal namun tidak melabar secara horizontal. Peserta didik, anak manusia , tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan berkembang didalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai visi terhadap kehidupannya dimasa depan, termasuk kehidupan paska kehidupan.
Pendekatan reduksionisme terhadap hakikat pendidikan dapatlah dirumuskan suatu pengertian sebagai berikut; hakikat pendidkan adalah suatu proses menumbuhkembangkan existenci peserat didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, naional dan global.
Rumusan operasioanal mengenai hakikat pendidikan tersebut mempunyai komponen-komponen sebagai berikut.
1. Pendidikan merupan suatu proses berkesinambungan. Proses tersebut berimplikasikan bahwa didalam peserta-didik terdapat kemampuan-kemampuan sebagai mahluk yang hidup dalam suatu masyarakat. Kemampuan-kemampuan tersebut berupa dorongan-dorongan, keinginan, yang pada manusia. Harus dikembangkan dan diarahkan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dalam perkembangan yang berkesinambungantersebut proses pendidikan tidak boleh mengabaikan atau melecehkan sesama manusia. Dan mengesampingkan tuntutan hidup bersama dan kemungkinan- kemungkinannya serta pembatasan yang diberikan oleh alam sekitar.
Proses pendidikan yang berkesinambung berarti bahwa manusia tidak akan selesai. Pendidikan tidak berhenti ketika peserta-didik menjadi dewasa tetapi akan terus-menerus berkembang selama terdapat interaksi antara manusia dengan lingkungan.
2. Proses pendidikan berarti menumbuh kembangakan eksistensi manusia. Hal ini berarti keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Interaksi bukan hanya dengan sesama manusia tetapi juga dengan alam dan dunia hidup termasuk dengan tuhannya. Eksistensi manusia tidak pernah selesai dan terus menerus terjadi sepanjang hayatnya. Eksistensi manusia selalu berarti dengan hubungan sesama manusia baik yang dekat maupun dalam ruang lingkup yang semakin luas dengan sesama manusia di dalam planet bumi ini.
3. Eksistensi manusia yang memasyarakat. Proses pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Lembaga-lembaga (sekoalah) tiadak terlepas dari kontrol masyarakat dimana lembaga pendidikan itu berada. Proses pendidikan bukan menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat, tetapi proses pendidikan tersebut adalah masyarakat itu sendiri.
4. Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya. Inti dari kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu dihayati, dilestarikan, dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat. Keseluruhan proses tersebut adalah kebudayaan. Cepat atau lambat suatu kebudayaan akan terus bergerak dan maju. Selama masyarakat itu hidup, selama itu pula budaya akan berkembang. Denagan demikian masyarakat tidak memiliki budaya tetapi membudaya artinya terus-menerus menciptakan dan mewujudkan kebudayaannya. Antara kebudayaan dan pendidikan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
5. Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang. Dengan dimensi waktu, proses tersebut mempunyai aspek-aspek historisitas, kekinian dan visi masa depan. Aspek hisotoritas berarti bahwa suatu masyarakat telah berkembang didalam proses waktu. Aspek kekinian berarti bahwa suatu budaya bukanlah merupakan suatu yang tertutup dari dunia luar apalagi didalam kehidupan modern dewasa ini dimana umat manusia hidup didalam dunia tanpa batasan. Visi masa depan adalah kemajuan teknologi dan perdgangan bebas dunia serta kemajuan teknik, telah membuka cakrawala baru didalam kehidupan sesama manusia.
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial-budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran pendidikan. Seperti dalam bidang-bidang lainnya, pemikiran-pemikiran dalam pendidika itu berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahuluselalu di tanggapi dengan pro dan contra oleh pemikran-pemikiran berikutnya, dan karena dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan demikian seterusnya.
Agar diskusi berkepanjangan itu dapat diikuti dan dipahami, maka berbagai aspek dari aliran-aliran itu harus di pahami terlebih dahulu. Oleh karena itu, setiap calon tenaga pendidik, harus memahami bernagai aliran-aliran itu agar dapat menaglap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu.
1. Memahami aliran-aliran klasik dalam pendidikan (empairis, nativis, dan korvengensi) serta pengaruhnya di Indonesia.
2. Memahami beberapa gerakan baru dalam pendidikan, utamanya dalam pengajaran, serta pengaruhnya di Indonesia.
3. Memahami gagasan-gagsan pokok dua tonggak pemikiran pendidikan di Indonesia, upaya-upaya dan hasilnya.
Pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran penting dalam pendidikan akan membekali tenaga pendidikan dengan wawasan kesejarahan, yakni kemampuan memahami kaitan antara pengalaman-pengalaman masa lampau, tuntutan dan kebutuhan masa kini, serta perkiraan masa mendatang. Wawasan historis tersebut dapat berperan sebagai penangkal terhadap kemungkinan kekeliruan kebijakan masa kini yang dapat berakibat bencana masa depan. Seperti, hasil pendidikan tidak segera tampak, sehingga kekeliruan sekecil apapun akan menyebabkan upaya perbaikan yang kadang-kadang sedah terlambat.
Aliran-aliran kehidupan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orangtuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini.
a. Aliaran Empirisme
Aliran emirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementngkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan sahari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewaa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh peintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembang anak. Menurut pandangan ampirisme (biasa pula disebut environmentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting, sebab pendidikan dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu tentu nya yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran empirisme di pandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang di peroleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalan kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipu lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemampuan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya.
Meskipun demikian penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat psycyang memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat di manipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan Scientific psyc hologi dari B.F. Skinner atupun pandangan (Behaviorarisme) lainnya. Behaviorisme itu menjadikan prilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa prilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun demikian, pandangan behavioral ini juga masih berfariasi dalam menentukan faktor apakan yang paling utama dalam proses belajar itu.
Seperti yang akan dikemukakan pada butir di aliran konvergensi pada bagian ini, beberapa pendapat dalam pandangan behavioral tersebut tidak lagi sepenuhnya ala “Tabula Rasa” dari John Locke, karena telah mulai perhatian pula faktor-faktor internal dari manusia.
b. Aliran Nativisme
Istilah Nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam perkembangan anak. Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidkan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendididkan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan, Schopenhauer ( filsuf Jerman 1788-1860 ) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah di bawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni dalam diri individu terdapat suatu inti pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, menentukan pilihan dan kemauan diri, dan yang menempatkan manusia sebagai mahluk aktif yang mempunyai kemauan bebas.
c. Aliran konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern ( 1871-1939 ), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia ini sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktore pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan penting. Bakat yang di bawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukunagan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi.
Toeri William Strem disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat ke satu titik ). Jadi menurut teori konvergensi :
1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mrngambangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
3. Yang memebatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang itu. Seperti variasi-variasi itu tercermin antara lain dalam perbedaan pandangan tentang strategi yang tepat untuk memahami prilaku manusia, seperti strategi disposisional atau konstitusional, strategi phenomenologis atau humanistik, strategi behavioral, strategi psikodinamik atau psiko-analitik dan sebagainya.
HIMPUNAN
Konsep himpunan pertama kali dikemukakan oleh pakar matematika berkebangsaan Jerman pada abad 18, yaitu George Cantor ( 1845 – 1918 ).
Definisi; Himpunan adalah kumpulan atau kelompok benda ( objek ) yang telah terdefinisi dengan jelas. Yang dimaksud dengan benda atau objek yang telah jelas keadaannya, seprti boneka, binatang, angka, warna, dan lain-lain.
Contoh kumpulan objek yang merupakan himpunan adalah sebagai berikut :
Siswa-siswa kelas VII-A,
Kumpulan angka 2, 4, 5, 8,
Kelompok siswa SMP Bahtera yang mengikuti latihan menari,
Kumpulan hewan pemakan daging.
Langganan:
Komentar (Atom)